Minggu, 30 September 2012

JUAL BELI TERLARANG



JUAL BELI
Disusun oleh: Zainal Masri

Jual beli adalah salah satu bentuk muamalah yang di atur dan di bahas dalam syariat islam, jual beli ini merupakan manipestasi dari manusia sebagai makhluk sosial. Kebutuhan manusia tidak dapat di penuhi sendiri tampah bantuan orang lain.jual ini sudah diatur jauh sebelum nabi Muhammad di utus menjadi rasul.
Jadi jual beli itu dapat di artikan yaitu pertukaran suatu barang dengan barang yang lain sesuai dengan cara-cara tertentu dan memenuhi syarat-syarat tertentu dan rukun-rukun tertentu.rasulullah menganjurkan agar berjual beli secara syariat islam yaitu bersih dari najis.
Najis adalah segalah sesuatu yang dianggap kotor oleh syara’najis makna asalnya adalah kotor, tidak suci dan tidak bersih, jadi jual beli yang tidak bersih dari najis adalah jual beli yang di larang oleh islam maka dalam jual beli sebaiknya di perhatikan dulu hal-hal yang akan di perjual belikan itu seperti:
A.    Barang Barang Yang Bersih Dari Najis
أخبرنا قتيبه قال : حدثنا يزد بن أبي حبيب عن عطاء بن أبي رباح عن جابر بن عبدالله أنه سمع رسول الله ص.م. يقول عام الفتح وهو بمكة : أن الله ورسوله حرم بيع الخمر والميتة والخنزير والاصنام" فقيل يا رسول الله أرأيت شحوم الميتة فإنه يطلى بهاالسفن ويدهن بهاالجلود ويستصبح بها الناس فقال : "لاهو حرم" وقال رسول الله ص.م. عند ذلك : "قاتل الله اليهود إن الله عز وجل لما حرم عليهم شحو مها جملوه ثم باعوه فأكلو ثمنه".

"Dari Jabir bin Abdullah r.a. Sesungguhnya beliau mendengar Rasulullah SAW. Bersabda pada tahun penaklukan Makkah sewaktu beliau berada di Makkah itu: Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan jual beli khamar (minuman keras), bangkai, daging babi dan berhala; lalu beliau ditanya: Apa pendapatmu tentang lemak bangkai, karena sesungguhnya lemak bangkai dipangkai untuk mencatat perahu, untuk meminyaki kulit dan orang mempergunakannya untuk pelita? Beliau bersabda: Tidak boleh; Dia haram; kemudian Rasulullah SAW bersabda pada waktu itu: Allah memerangi orang yahudi, karena sesungguhnya setelah Allah mengharamkan lemak bangkai kepada mereka, lalu mereka mencairkanya, kemudian mereka menjualnya lalu mereka memakan harganya.[1]

Asbabul Wurud:
Dari sepanjang usaha pemakalah dalam mencari hadist ini, disini pemakalah tidak menukan asbabul wurud nya.
Syarahan hadist
Dalam hadist tersebut terdapat dalil (hukum) haramkan sesutau yang disebutkan itu. Dikatakan bahwa alasan pengharaman jual beli tiga  macam yang utama ( yaitu khamar, bangkai dan babi) adalah karena najis; akan tetapi dalil-dalil yang menunjukan kenajisan khamar itu tidak jelas. Demikian kenajisan bangkai dan babi. Barang siapa yang menetapkan alasan haramnya karena najisnya, maka dia menetapkan hukum haram jual beli segala sesuatu yang najis.
Sekelompok ulama berpendapat: boleh jual beli pupuk yang najis, ada yang mengatakan: hanya boleh bagi pembeli, tidak boleh bagi penjual; tetapi pendapat dan alasan itu tidak tepat. Perbedaan pendapat ini semuanya adalah menetapkan alasan larangan karena najisnya itu.
Ketauhilah: bahwa tidak termasuk bangkai, rambutnya  dan bulunya,  karena rambut dan bulu tidak termasuk zat hidup dan tidak disebut bangkai, ada yang mengatakan: rambut itu muntanajis dapat menjadi suci dan penyuciannya mengenai kebolehan penjualan bulunya itu adalah menurut junhur ulama. Ada yang menyatakan kecuali rambut dan bulu anjing, babi dan orang kafir.[2] Sebenarnya jual apa pun yang memiliki unsure najis dalah haram dan dilarang dalam ajaran ialam.
Alasan pengharaman jual beli patung berhala menurut kata orang adalah karena tidak ada manfaatnya yang diperoleh. Pendapa yang paling benar, tidak boleh menjual patung berhala itu berdasarkan larangan tersebut.
Tatkala rasulullah SAW mengungkapkan secara umum pengharaman jual beli bangkai maka pendengarnya mengira mentaksiskan dari yang umum itu sebagian bangkai; lalu orang bertanya apa pendapatmu tentang lemak bangkai itu jelaskanlah kpadaku ya Rasulullah apakah lemak bangkai itu apakah ada manfaatnya atau tidak? Lalu Rasulullah SAW menjawab sesungguhnya lemak bangkai itu haram dan beliau menjelaskan kepada mereka  bahwa hokum lemak bangkai itu tidak keluar dari hokum haram itu.
Al qadli ‘iyat mengutip pendapat yang sama dari imam malik,klebolehan pemanfaatan lemak bangkai ialah hadist yang diriwayatkan oleh Hath Thahawi bahwa rasulullah SAW ditanya tentang tikus yang jatuh kedalam minyak lalu beliau bersabda:
ان كا ن جا مد ا فأ لقو ها وما حولها و ان كا ن ما ىْعا فا ستصبحو ا به او انتفعو ا به .   
Artinya: Jika minyak (samin) itu beku maka buanglah tikus itu bersama sesuatu (samin) disekitarnya yang dikenai tikus itu; dan jika samin itu cair maka jadikanlah minyak itu sebagai pelita atau manfaatkanlah (samin) yang mutanajis itu.
Mengenai semua perbedaan itu hanya berdasarkan pendapat murni sedang mengenai sesuatu yang tekena najis, jika mungkin dapat disucikan maka tidak ada bantahan tentang kebolehan penjualannya dan yang tidak mungkin penyuciannya maka haram penjualannya. [3]
Dari hadist diatas dapat diambil pelajaran barang yang di perjual belikan adalah Sesuatu yang bermamfaat.Alasanya adalah bila barang itu tidak ada mamfaat, bahkan dapat merusak seperti ular, yang menjadi alasan tidak memperbolehkan jual beli yang tidak ada mamfaatnya adalah jual beli patung, jual beli patung itu tidak ada gunanya.[4]
Allah dan rasulNya sudah melarang jual beli khamar, bangkai, babi dan patung berhala bearti orang-orang yang memperjual belikan barang-barang itu berdosa dan menjerumuskan orang dalam berbuat dosa, larangan pemamfaatkan semua barangyang di haramkan untuk apapun sekalipun itu untuk melicinkan kulit dan untuk pelita, dan semua usaha yang untuk meruba zat dalam bentuk lain seperti pemberian nama lain dari khamar berwujud bakso tetap juga haram[5]

B.     Terhindar Dari Unsur Gharar
أخبرنا عبيد الله بن سعيد قال : حدثنا يحيى عن عبيدالله قال : أخبرني أبو الزناد عن الأعرج عن أبى هريرة قال : نهى رسول الله ص.م. عن بيع الحصاة وعن بيع الغرر.
Artinya: “dari abu hurairah ia berkata, rasulullah saw bersabda: larang jual beli dengan lemparan batu dan larangan jual beli gharar”[6]

Asbabul Wurud
Dari sepanjang usaha pemakalah dalam mencari hadist ini, disini pemakalah tidak menukan asbabul wurud nya
Syarah hadist
Dari hadist diatas dijelaskan maksud jual beli dengan lemparan batu adalah memang dengan lemparan batu karena pada masa rasulullah dahulu ada orang jual tanah memang dengan lemparan batu yang sebenarnya,sepanjag apa lemparan yang di kenai batu maka itu yang di jual.dan ada jual lemparan batu dikatakan di hadis adalah jual beli dengan undian,maka di larangan jual beli seperti ini.dan dalam hadist juga dikatakan dilarangnya jual beli gharar karena barangnya belum pasti adanya, sah nya jual beli harus ada jelasnya barang yang di perjual belikan itu.
             Penjelasan hadist diatas maka disini dapat jelaskan bahwa menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah, al-khathr (pertaruhan). Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang tidak jelas hasilnya (majhul al-’aqibah) . Sedangkan menurut Syaikh As-Sa’di, al-gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidak jelasan). Perihal ini masuk dalam kategori perjudian .Sehingga , dari penjelasan ini, dapat diambil pengertian, yang dimaksud jual beli gharar adalah, semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan; pertaruhan, atau perjudian.
Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara batil. Padahal Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara batil sebagaimana tersebut dalam firmanNya QS Al- baqorah: 188 yang berbunyi:
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
Artinya: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 188)[7]
v  Jenis Gharar
Dilihat dari peristiwanya, jual-beli gharar bisa ditinjau dari tiga sisi.
1.    Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum), seperti jual beli habal al habalah  (janin dari hewan ternak).
2.    Jual beli barang yang tidak jelas (majhul), baik yang muthlak, seperti pernyataan seseorang: “Saya menjual barang dengan harga seribu rupiah,” tetapi barangnya tidak diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang: “Aku jual mobilku ini kepadamu dengan harga sepuluh juta,” namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas. Atau bisa juga karena ukurannya tidak jelas, seperti ucapan seseorang: “Aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh juta”, namun ukuran tanahnya tidak diketahui
3.    Jual-beli barang yang tidak mampu diserah terimakan. Seperti jual beli budak yang kabur, atau jual beli mobil yang dicuri.[10]. Ketidak jelasan ini juga terjadi pada harga, barang dan pada akad jual belinya[8]
Allah melarang jual beli gharar karena jual beli seperti itu merupakan jual beli yang belum pasti.Sebaiknya uang atau barang yang di perjual belikan hendaklah sesuatu yang tampak secara jelas baik kuantitas maupun jumlahnya, bila dalam Sesuatu yang di timbang jelas timbangannya dan bila yang di takar jelas takarannya.tidak boleh memperjual belikan yang tidak pasti kuantitas dan kualitasnya seperti ikan dalam air. Hal ini terlihat larangannya dalam hadist:
“Rasul Allah SAW bersabda:janganlah kamu membeli ikan dalam air karena di dalam nya terkandung unsure penipuan.”
Karena jual beli yang tidak pasti itu adalah gharar maka tidak di perbolehkan jual beli seperti itu.[9]Dalam transaksi jual beli tersebut perhatikanlah hal yang akan membuat kita akan berdosa jika kita menjual atau membeli suatu barang perhatikanlah jangan sampai kita terjatuh dalam jual beli gharar karena sesungguhnya jual beli itu rasulullah telah melarangya.
C.    Dapat Diserah Terimakan
أخبرنا قتيبة قال : حدثنا الليث عن نافع عن ابن عمر عن رسول الله ص.م. قال : "لا تبيعوا الثمر حتى يبدو صلاحه" نهى البائع والمشتري.

Artinya: “Hadist Abdullah bin umar ra, bahwasanya Rasulullah SAW menjegaah jual beli buah sebelum baik nya tampak. Beliau mencegah penjual dan pembeli”.[10]

Asbabul Wurud
Dari sepanjang usaha pemakalah dalam mencari hadist ini, disini pemakalah tidak menukan asbabul wurud nya

Syarahan hadist                               
Dari hadist diatas dapat dijelaskan bahwa Rasulullah SAW tidak memperolehkan jual beli apabila tidak memenuhi syarat jual beli. Ulama fiqih sepakat menyatakan dalam jual beli harus ada ijab dan qabul, yang mana ijab  dan qabul itu adalah sebagai berikut:
a.       Orang ynag mengucapkan nya telah balihg dan berakal
b.      Kabul sesuai dengan ijab, contohya “saya jual buku ini, dengan harga sepuluh ribu, lalu pembeli menjawab saya beli buku ini dengan harga sepuluh ribu.
c.       Ijab dan Kabul dilakukan dalm suatu majlis apabila penjual mengucapkan ijab dan Kabul lalu pembeli beranjak sebelum mengucapkan Kabul maka akad jual beli tidak sah.
Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 29: yang berbunyi:[11]
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Syarat barang yang sah untuk diperjual belikan adalah
a.    Barang itu ada
b.    Dapat dimanfaatkan bagi manusia
c.    Milik sendiri
d.   Dapat diserahkan pada saat akan berlangsung pada waktu yang telah disepakati bersama ketika akat berlangsung[12]
Agar jual beli berlangsung menurut cara yang di halalkan harus mengikuti ketentuan yan telah di tentukan di atas,yaitu merujuk pada petunjuk nabi dalam hadisnya dan barang yang di perjual belikan mestilah bersih materinya dan memenuhi syarat dan  rukun yang telah di jelaskan karena adanya ijab Kabul itu adalah salah satu bentuk indikasi yang meyakinkan tentang adanya rasa suka sama suka antara penjual dan pembeli.dengan adanya ijab dan Kabul itu sahnya jual beli di laksanaan[13]
Oleh karena itu dalam jual beli perhatikanlah unsur-unsur yang harus di penuhi dalam transaksi jual beli agar penjual dan pembeli sama-sama terhindar dari dosa jual beli yang tidak di inginkan dan di larang  dalam agama.













BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari hadist di atas dapat di simpulkan bahwa rasulullah menjelaskan kepada manusia dalam hadistnya bahwa adanya larangan memperjual belikan barang yang bernajis seperti memperjual belikan kmamar, bangkai, daging babi dan berhala.dan dalam hadist di atas rasulullah juga menjelaskan tentang jual beli gharar karena jual beli gharar itu merupakan jual beli yang belum pasti adanya,dan pada hadist ketiga rasulullah menjelaskan bahwa sah nya jual beli yaitu penuhi rukun, syaratnya.apabila telah terpenuhi dan penjual  pembeli telah serah terima yaitu adanya ijab dan Kabul,maka jual beli itu sah.
2.      Saran
Semoga dengan adanya hadist-hadist tersebut kita dapat mengetahui mana barang-barang yang haram di perjual belikan dan semoga kita mengetahui bagaimana jual beli itu dapat di serah terimakan,dan semoga dapat bermamfaat dalam kehidupan sehari-hari,dan juga dapat bermamfaat untuk pelajaran hadis berikutnya.













                                                DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, Al-Iklas Surabaya 1995
A Hassan, Buluunghul Maram, CV. Dipenegoro Bandung, 1988
Ali Hasan, Berbagai macam transaksi dalam islam, Gravindo Persada, Jakarta 2003
Amir Syaripuddin,Garis-Garis Besar Fiqih,Prenada Media Jakarta 2003
Kitap Annasai, Jus IV
Muslic Shabir, Al-Lu’Lu’Wal Marjan, Al-Ridha Semarang 1993
Sohari dkk, Hadits Tematik, Diadit Media Jakarta 2006




[1] Kitab annasai,juz 4 no 4229 hal 221 Dan kitab Al-lu’-lu’ wal marjan hal 358-359,mu’jam jilid 1 hal 248
[2] Sohari dan Djalil Afif, Hadist Tematik, (Jakarta: Diadit Media, 2006), hlm 84-85
[3] Abu bajar muhammad,  hadist tarbiyah (Surabaya: al-ikhlas, 1995), hlm 197-199
[4] Amir syaripudingaris-garis besar fiqih (Jakarta:prenada media, 2003) hlm 197
[5] Op cit abu bajar Muhammad hal 200
[6] Sunan annasa ‘I jilid 4 no 4518 dan bulughul mahram 817, mu’jam jilid 1 hal 429
[9] Ibid Amir syari puddin hal 198                                                                                 
[10] Muslich sabir, Al-lu’lu’ wal marjan.( Semarang Toha Putra; 1993) hlm: 331 kitab An-nasa’I jilid 4 hal 188 no 28 dan mu’jam hal 234 no 3
[11] Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi
. ( Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada) hlm 188-120
[12] Ibid, Ali Hasan
[13] Op cit amirsyaripuddin hal195