JUAL BELI
Disusun oleh: Zainal Masri
Jual beli adalah salah satu bentuk muamalah yang di atur
dan di bahas dalam syariat islam, jual beli ini merupakan manipestasi dari
manusia sebagai makhluk sosial. Kebutuhan manusia tidak dapat di penuhi sendiri
tampah bantuan orang lain.jual ini sudah diatur jauh sebelum nabi Muhammad di
utus menjadi rasul.
Jadi jual beli itu dapat di artikan yaitu pertukaran
suatu barang dengan barang yang lain sesuai dengan cara-cara tertentu dan
memenuhi syarat-syarat tertentu dan rukun-rukun tertentu.rasulullah
menganjurkan agar berjual beli secara syariat islam yaitu bersih dari najis.
Najis adalah segalah sesuatu yang dianggap kotor oleh
syara’najis makna asalnya adalah kotor, tidak suci dan tidak bersih, jadi jual
beli yang tidak bersih dari najis adalah jual beli yang di larang oleh islam
maka dalam jual beli sebaiknya di perhatikan dulu hal-hal yang akan di perjual belikan
itu seperti:
A.
Barang Barang Yang Bersih Dari Najis
أخبرنا
قتيبه قال : حدثنا يزد بن أبي حبيب عن عطاء بن أبي رباح عن جابر بن عبدالله أنه
سمع رسول الله ص.م. يقول عام الفتح وهو بمكة : أن الله ورسوله حرم بيع الخمر
والميتة والخنزير والاصنام" فقيل يا رسول الله أرأيت شحوم الميتة فإنه يطلى
بهاالسفن ويدهن بهاالجلود ويستصبح بها الناس فقال : "لاهو حرم" وقال
رسول الله ص.م. عند ذلك : "قاتل الله اليهود إن الله عز وجل لما حرم عليهم
شحو مها جملوه ثم باعوه فأكلو ثمنه".
"Dari Jabir bin Abdullah r.a. Sesungguhnya beliau
mendengar Rasulullah SAW.
Bersabda pada tahun penaklukan Makkah sewaktu beliau berada di Makkah
itu: Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan jual beli khamar
(minuman keras), bangkai, daging babi dan berhala; lalu beliau ditanya: Apa
pendapatmu tentang lemak bangkai, karena sesungguhnya lemak bangkai dipangkai
untuk mencatat perahu, untuk meminyaki kulit dan orang mempergunakannya untuk
pelita? Beliau bersabda: Tidak boleh; Dia haram; kemudian Rasulullah SAW
bersabda pada waktu itu: Allah memerangi orang yahudi, karena sesungguhnya
setelah Allah mengharamkan lemak bangkai kepada mereka, lalu mereka
mencairkanya, kemudian mereka menjualnya lalu mereka memakan harganya.[1]”
Asbabul Wurud:
Dari sepanjang
usaha pemakalah dalam mencari hadist ini, disini pemakalah tidak menukan
asbabul wurud nya.
Syarahan hadist
Dalam hadist tersebut terdapat dalil (hukum) haramkan
sesutau yang disebutkan itu. Dikatakan bahwa alasan pengharaman jual beli
tiga macam yang utama ( yaitu khamar,
bangkai dan babi) adalah karena najis; akan tetapi dalil-dalil yang menunjukan
kenajisan khamar itu tidak jelas. Demikian kenajisan bangkai dan babi. Barang
siapa yang menetapkan alasan haramnya karena najisnya, maka dia menetapkan
hukum haram jual beli segala sesuatu yang najis.
Sekelompok ulama berpendapat: boleh jual beli pupuk yang
najis, ada yang mengatakan: hanya boleh bagi pembeli, tidak boleh bagi penjual;
tetapi pendapat dan alasan itu tidak tepat. Perbedaan pendapat ini semuanya
adalah menetapkan alasan larangan karena najisnya itu.
Ketauhilah: bahwa tidak termasuk bangkai, rambutnya dan bulunya,
karena rambut dan bulu tidak termasuk zat hidup dan tidak disebut
bangkai, ada yang mengatakan: rambut itu muntanajis dapat menjadi suci dan
penyuciannya mengenai kebolehan penjualan bulunya itu adalah menurut junhur
ulama. Ada yang menyatakan kecuali rambut dan bulu anjing, babi dan orang
kafir.[2] Sebenarnya jual apa pun yang memiliki unsure najis dalah
haram dan dilarang dalam ajaran ialam.
Alasan pengharaman jual beli patung berhala menurut kata
orang adalah karena tidak ada manfaatnya yang diperoleh. Pendapa yang paling
benar, tidak boleh menjual patung berhala itu berdasarkan larangan tersebut.
Tatkala rasulullah SAW mengungkapkan secara umum
pengharaman jual beli bangkai maka pendengarnya mengira mentaksiskan dari yang
umum itu sebagian bangkai; lalu orang bertanya apa pendapatmu tentang lemak
bangkai itu jelaskanlah kpadaku ya Rasulullah apakah lemak bangkai itu apakah
ada manfaatnya atau tidak? Lalu Rasulullah SAW menjawab sesungguhnya lemak
bangkai itu haram dan beliau menjelaskan kepada mereka bahwa hokum lemak bangkai itu tidak keluar
dari hokum haram itu.
Al qadli ‘iyat mengutip pendapat yang sama dari imam
malik,klebolehan pemanfaatan lemak bangkai ialah hadist yang diriwayatkan oleh
Hath Thahawi bahwa rasulullah SAW ditanya tentang tikus yang jatuh kedalam
minyak lalu beliau bersabda:
ان كا ن جا مد ا فأ لقو ها وما حولها
و ان كا ن ما ىْعا فا ستصبحو ا به او انتفعو ا به .
Artinya: Jika minyak
(samin) itu beku maka buanglah tikus itu bersama sesuatu (samin) disekitarnya
yang dikenai tikus itu; dan jika samin itu cair maka jadikanlah minyak itu
sebagai pelita atau manfaatkanlah (samin) yang mutanajis itu.
Mengenai semua perbedaan itu hanya berdasarkan
pendapat murni sedang mengenai sesuatu yang tekena najis, jika mungkin dapat
disucikan maka tidak ada bantahan tentang kebolehan penjualannya dan yang tidak
mungkin penyuciannya maka haram penjualannya. [3]
Dari hadist diatas dapat diambil pelajaran barang
yang di perjual belikan adalah Sesuatu yang bermamfaat.Alasanya adalah bila
barang itu tidak ada mamfaat, bahkan dapat merusak seperti ular, yang menjadi
alasan tidak memperbolehkan jual beli yang tidak ada mamfaatnya adalah jual
beli patung, jual beli patung itu tidak ada gunanya.[4]
Allah dan rasulNya sudah melarang jual beli khamar,
bangkai, babi dan patung berhala bearti orang-orang yang memperjual belikan
barang-barang itu berdosa dan menjerumuskan orang dalam berbuat dosa, larangan
pemamfaatkan semua barangyang di haramkan untuk apapun sekalipun itu untuk
melicinkan kulit dan untuk pelita, dan semua usaha yang untuk meruba zat dalam
bentuk lain seperti pemberian nama lain dari khamar berwujud bakso tetap juga
haram[5]
B. Terhindar Dari Unsur Gharar
أخبرنا
عبيد الله بن سعيد قال : حدثنا يحيى عن عبيدالله قال : أخبرني أبو الزناد عن
الأعرج عن أبى هريرة قال : نهى رسول الله ص.م. عن بيع الحصاة وعن بيع الغرر.
Artinya: “dari abu hurairah ia berkata, rasulullah saw
bersabda: larang jual beli dengan lemparan batu dan larangan jual beli gharar”[6]
Asbabul Wurud
Dari sepanjang usaha pemakalah dalam mencari hadist ini,
disini pemakalah tidak menukan asbabul wurud nya
Syarah hadist
Dari hadist diatas dijelaskan maksud jual beli dengan
lemparan batu adalah memang dengan lemparan batu karena pada masa rasulullah
dahulu ada orang jual tanah memang dengan lemparan batu yang
sebenarnya,sepanjag apa lemparan yang di kenai batu maka itu yang di jual.dan
ada jual lemparan batu dikatakan di hadis adalah jual beli dengan undian,maka
di larangan jual beli seperti ini.dan dalam hadist juga dikatakan dilarangnya
jual beli gharar karena barangnya belum pasti adanya, sah nya jual beli harus
ada jelasnya barang yang di perjual belikan itu.
Penjelasan hadist diatas maka disini dapat
jelaskan bahwa menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah, al-khathr
(pertaruhan). Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar
adalah yang tidak jelas hasilnya (majhul al-’aqibah) . Sedangkan menurut
Syaikh As-Sa’di, al-gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah
(ketidak jelasan). Perihal ini masuk dalam kategori perjudian .Sehingga , dari
penjelasan ini, dapat diambil pengertian, yang dimaksud jual beli gharar
adalah, semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan; pertaruhan, atau
perjudian.
Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan
harta orang lain dengan cara batil. Padahal Allah melarang memakan harta orang
lain dengan cara batil sebagaimana tersebut dalam firmanNya QS Al- baqorah: 188
yang berbunyi:
wur
(#þqè=ä.ù's?
Nä3s9ºuqøBr&
Nä3oY÷t/
È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
(#qä9ôè?ur
!$ygÎ/
n<Î)
ÏQ$¤6çtø:$#
(#qè=à2ù'tGÏ9
$Z)Ìsù
ô`ÏiB
ÉAºuqøBr&
Ĩ$¨Y9$#
ÉOøOM}$$Î/
óOçFRr&ur
tbqßJn=÷ès?
ÇÊÑÑÈ
Artinya: "Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 188)[7]
v Jenis Gharar
Dilihat dari peristiwanya, jual-beli gharar bisa ditinjau
dari tiga sisi.
1.
Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum), seperti jual
beli habal al habalah (janin dari
hewan ternak).
2.
Jual beli barang yang tidak jelas (majhul), baik yang
muthlak, seperti pernyataan seseorang: “Saya menjual barang dengan harga
seribu rupiah,” tetapi barangnya tidak diketahui secara jelas, atau seperti
ucapan seseorang: “Aku jual mobilku ini kepadamu dengan harga sepuluh juta,”
namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas. Atau bisa juga karena ukurannya tidak
jelas, seperti ucapan seseorang: “Aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh
juta”, namun ukuran tanahnya tidak diketahui
3.
Jual-beli barang yang tidak mampu diserah terimakan.
Seperti jual beli budak yang kabur, atau jual beli mobil yang dicuri.[10]. Ketidak
jelasan ini juga terjadi pada harga, barang dan pada akad jual belinya[8]
Allah melarang jual beli gharar karena jual beli seperti
itu merupakan jual beli yang belum pasti.Sebaiknya uang atau barang yang di
perjual belikan hendaklah sesuatu yang tampak secara jelas baik kuantitas
maupun jumlahnya, bila dalam Sesuatu yang di timbang jelas timbangannya dan
bila yang di takar jelas takarannya.tidak boleh memperjual belikan yang tidak
pasti kuantitas dan kualitasnya seperti ikan dalam air. Hal ini terlihat
larangannya dalam hadist:
“Rasul Allah SAW bersabda:janganlah kamu membeli ikan
dalam air karena di dalam nya terkandung unsure penipuan.”
Karena jual beli yang tidak pasti itu adalah gharar maka
tidak di perbolehkan jual beli seperti itu.[9]Dalam
transaksi jual beli tersebut perhatikanlah hal yang akan membuat kita akan
berdosa jika kita menjual atau membeli suatu barang perhatikanlah jangan sampai
kita terjatuh dalam jual beli gharar karena sesungguhnya jual beli itu
rasulullah telah melarangya.
C. Dapat Diserah Terimakan
أخبرنا
قتيبة قال : حدثنا الليث عن نافع عن ابن عمر عن رسول الله ص.م. قال : "لا
تبيعوا الثمر حتى يبدو صلاحه" نهى البائع والمشتري.
Artinya: “Hadist Abdullah bin umar
ra, bahwasanya Rasulullah SAW menjegaah jual beli buah sebelum baik nya tampak.
Beliau mencegah penjual dan pembeli”.[10]
Asbabul Wurud
Dari sepanjang usaha pemakalah dalam mencari hadist
ini, disini pemakalah tidak menukan asbabul wurud nya
Syarahan hadist
Dari hadist diatas dapat dijelaskan bahwa Rasulullah SAW
tidak memperolehkan jual beli apabila tidak memenuhi syarat jual beli. Ulama
fiqih sepakat menyatakan dalam jual beli harus ada ijab dan qabul, yang mana
ijab dan qabul itu adalah sebagai
berikut:
a.
Orang ynag mengucapkan nya telah balihg dan berakal
b.
Kabul sesuai dengan ijab, contohya “saya jual buku ini,
dengan harga sepuluh ribu, lalu pembeli menjawab saya beli buku ini dengan
harga sepuluh ribu.
c.
Ijab dan Kabul dilakukan dalm suatu majlis apabila
penjual mengucapkan ijab dan Kabul lalu pembeli beranjak sebelum mengucapkan
Kabul maka akad jual beli tidak sah.
Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah dalam surat
An-Nisa’ ayat 29: yang berbunyi:[11]
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Syarat barang yang sah untuk diperjual belikan adalah
a. Barang itu ada
b. Dapat dimanfaatkan bagi manusia
c. Milik sendiri
d.
Dapat diserahkan pada saat akan berlangsung pada waktu
yang telah disepakati bersama ketika akat berlangsung[12]
Agar jual beli berlangsung menurut cara yang di halalkan
harus mengikuti ketentuan yan telah di tentukan di atas,yaitu merujuk pada
petunjuk nabi dalam hadisnya dan barang yang di perjual belikan mestilah bersih
materinya dan memenuhi syarat dan rukun
yang telah di jelaskan karena adanya ijab Kabul itu adalah salah satu bentuk
indikasi yang meyakinkan tentang adanya rasa suka sama suka antara penjual dan
pembeli.dengan adanya ijab dan Kabul itu sahnya jual beli di laksanaan[13]
Oleh karena itu dalam jual beli perhatikanlah unsur-unsur
yang harus di penuhi dalam transaksi jual beli agar penjual dan pembeli
sama-sama terhindar dari dosa jual beli yang tidak di inginkan dan di
larang dalam agama.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari hadist di atas dapat di simpulkan bahwa
rasulullah menjelaskan kepada manusia dalam hadistnya bahwa adanya larangan
memperjual belikan barang yang bernajis seperti memperjual belikan kmamar,
bangkai, daging babi dan berhala.dan dalam hadist di atas rasulullah juga
menjelaskan tentang jual beli gharar karena jual beli gharar itu merupakan jual
beli yang belum pasti adanya,dan pada hadist ketiga rasulullah menjelaskan
bahwa sah nya jual beli yaitu penuhi rukun, syaratnya.apabila telah terpenuhi
dan penjual pembeli telah serah terima
yaitu adanya ijab dan Kabul,maka jual beli itu sah.
2. Saran
Semoga dengan adanya hadist-hadist tersebut kita dapat
mengetahui mana barang-barang yang haram di perjual belikan dan semoga kita
mengetahui bagaimana jual beli itu dapat di serah terimakan,dan semoga dapat
bermamfaat dalam kehidupan sehari-hari,dan juga dapat bermamfaat untuk
pelajaran hadis berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, Al-Iklas
Surabaya 1995
A
Hassan, Buluunghul Maram, CV. Dipenegoro Bandung, 1988
Ali Hasan, Berbagai macam transaksi dalam islam,
Gravindo Persada, Jakarta 2003
Amir Syaripuddin,Garis-Garis Besar Fiqih,Prenada
Media Jakarta 2003
Kitap Annasai, Jus IV
Muslic Shabir, Al-Lu’Lu’Wal Marjan, Al-Ridha
Semarang 1993
Sohari dkk, Hadits Tematik, Diadit Media Jakarta
2006
[1] Kitab annasai,juz 4 no 4229 hal 221 Dan kitab Al-lu’-lu’ wal marjan
hal 358-359,mu’jam jilid 1 hal 248
[4]
Amir syaripudingaris-garis besar fiqih (Jakarta:prenada media, 2003) hlm 197
[5] Op
cit abu bajar Muhammad hal 200
[6]
Sunan annasa ‘I jilid 4 no 4518 dan bulughul mahram 817, mu’jam jilid 1 hal 429
[9]
Ibid Amir syari puddin hal 198
[10] Muslich sabir,
Al-lu’lu’ wal marjan.( Semarang Toha Putra; 1993) hlm: 331 kitab An-nasa’I
jilid 4 hal 188 no 28 dan mu’jam hal 234 no 3
[11] Ali
Hasan, Berbagai Macam Transaksi
. ( Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada) hlm 188-120
[12] Ibid, Ali Hasan
[13] Op cit
amirsyaripuddin hal195